Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, bersama Konsorsium MPA dan OECM yang menginisiasi komite kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi laut Indonesia. (Lid/JKTOne)

JKTOne.com – Dorong Target 30 Persen Wilayah Konservasi Laut di tahun 2045. Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, bersama Konsorsium MPA dan OECM yang menginisiasi komite kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi laut Indonesia bernama Komite Nasional Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan Forum Nasional MPA-OECM. Inisiatif ini diumumkan dalam Sosialisasi Visi MPA dan OECM 2045 yang diselenggarakan di Hotel Santika, Bogor, pada Rabu (14/5/2025).

Direktur Konservasi Ekosistem, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Dr. Firdaus Agung menjelaskan, fungsi utama komite ini mencakup penyusunan rencana kerja nasional dan daerah terkait Visi Kawasan Konservasi 2045.

“Dengan terbentuknya komite ini, diharapkan akan tercipta tata kelola konservasi laut yang inklusif, partisipatif, dan berkeadilan sehingga menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama,” katanya.

Executive Director Coral Triangle Center (CTC), Rili Djohani menyatakan bahwa platform bersama ini diharapkan dapat menjembatani koordinasi di antara berbagai aktor konservasi untuk memastikan tercapainya target nasional.

“Pembentukan komite dan forum ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menghadapi tantangan konservasi laut melalui pendekatan yang inklusif dan kolaboratif,” ujarnya.

Melalui kerja sama dan pengelolaan berbasis data, lanjutnya, Indonesia tidak hanya akan memperluas cakupan perlindungan laut, tetapi juga meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan yang berdampak bagi keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Sementara Director of Marine and Fisheries Program WWF Indonesia, Dr. Imam Musthofa Zainuddin menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi melalui diseminasi informasi yang akurat dan memperluas partisipasi multipihak.

Konsorsium MPA dan OECM ini terdiri dari  WWF Indonesia, Coral Triangle Center (CTC), RARE Indonesia, Konservasi Indonesia, Pesisir Lestari (Pelestari), dan Rekam Nusantara, serta didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Senada juga disampaikan oleh Vice President RARE Indonesia, Hari Kushardanto. Menurut Hari, pemahaman terhadap pendekatan OECM di Indonesia masih sangat terbatas. Selama ini, pencapaian target konservasi 30 persem lebih banyak bergantung pada kawasan konservasi formal. Namun, OECM juga memiliki peran penting, dengan potensi kontribusi hingga sekitar 10 juta hektar.

“Riset yang kami lakukan menunjukkan bahwa sejumlah wilayah dengan nilai konservasi tinggi belum tercakup dalam skema kawasan lindung formal, namun berpotensi besar untuk diakui sebagai OECM. Melalui panduan OECM yang tengah digodok, harapannya akan muncul lebih banyak lagi model konservasi berbasis komunitas, termasuk wilayah adat dan kearifan lokal yang selama ini telah berperan penting dalam menjaga laut,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Pesisir Lestari (Pelestari) Dina D. Kosasih menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat lokal sebagai aktor utama dalam pengelolaan kawasan.

“Keberhasilan jangka panjang perlindungan kawasan konservasi sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat, termasuk lembaga adat, kelompok perempuan, dan komunitas pengelola lokal. Pendekatan yang menghargai nilai sosial dan budaya akan menciptakan rasa kepemilikan dan keberlanjutan,” tutupnya.

Harapannya, inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat bagi perlindungan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian karbon biru dan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.

Perlu diketahui, pemerintah Indonesia melalui KKP berkomitmen memperluas kawasan konservasi pesisir dan laut hingga 30 persen dari total luas laut nasional atau sekitar 97,5 juta hektar pada 2045, yang dikenal sebagai target “30 by 45” (30×45).

LEAVE A REPLY