JKTOne.com, Jakarta – Kongres Diaspora Indonesia resmi dibuka, Sabtu (10/8). Berlangsung di The Hall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, CID-5 bertabur para diaspora dunia, dan pasatinya diaspora dari Indonesia sebagai tuan rumah.
Diantara banyaknya diaspora, nampak seorang wanita tangguh penakluk langit dunia. Ia adalah Naila Novaranti, seorang pelatih dan Penerjun Payung Ekstrim Wanita asal Indonesia. Bertahun-tahun ia menjelajah langit diberbagai belahan dunia, membawanya menjadi pelatih bagi para marinir dan mereka yang tertarik menekuni dunia terjun payung.
Dalam acara CID-5, Naila membeberkan awal mula ia tertarik terjun payung. Bagaimana persiapan memasuki dunia terjun payung, mengatasi ketakutan, how to deal bagaimana jika parasut tidak dapat dibuka dan pengalamannya paling ekstrim.
Menurutnya, salah satu pengalaman yang paling ekstrim adalah saat ia melakukan terjun payung di Mounth Everest. Menghadapi dingin dan cuaca yang ekstrim bukan hal yang mudah. Bahkan dengan jam terbang yang tinggi tidak menjamin ia terbebas dari kekhawatiran. Kekhawatiran seperti bagaimana jika parasut tidak bisa dibuka diudara, mendadak lupa membuka tombol parasut cadangan dan masih banyak lagi. Perjalanannya juga tak selalu mulus, karena Naila mengakui sempat mengalami parasut miliknya kuncup diudara.
Ia juga berbagi sulitnya melakukan regulasi di Indonesia, dimana peralatan terjun payung yang memadai masih amat mahal.
”Terjun payung itu tingkat safety nya amat penting. Bagaimana jika kita over landing, bagaimana jika sekeliling kita amat sempit lingkupnya sehingga menyulitkan kita mencari tempat landing cadangan atau optionnya ada pilihan. Di Indonesia banyak memang, itu yang harus kita perhatikan. Kebayang ya kalo kita over landing terus kanan kiri jurang, mau gimana?” ungkapnya.
”Di luar negeri ada lisence yang harus dimiliki bagi para penerjun. Bagi mereka yang dalam 6 bulan tidak melakukan penerjunan, maka harus mengulang atau dites lagi kemampuannya. Dan bagi mereka yang sering melakukan terjun payung, parasut yang dipakai juga harus selalu dicek. Seenggaknya 100 kali dipakai ya, karena kian lama parasut itu pasti memiliki standar yang bisa saja menurun.”
Ia juga menekankan bahwa para penerjun harus percaya dengan apa yang mereka pakai, yakin sudah cek peralatan dan kuat secara psikis. Baginya, mental adalah hal utama untuk melakukan terjun payung seperti yang ia lakukan.*