Jumpa Pers Investasi Unicorn Untuk Siapa? di Jakarta, Selasa (26/2/2019). (JKTOne.com/INT)

JKTOne.com, Jakarta – Keberadaan start up di era digital sudah tidak dapat dipandang sebelah mata. Pasalnya, berbagai start up telah terbukti berhasil mengimbangi kesuksesan perusahaan-perusahaan besar lain. Bahkan, muncul istilah ‘unicorn’ untuk mengukur tingkat kesuksesan sebuah start up.

“Kita harus dorong start up indonesia, karena disinilah ada pemikiran-pemikiran baru. Sekarang ada Unicorn, kita harap nanti ada yang lebih besar, seperti perusahaan Dekacorn, Hektocorn, dan masih banyak lagi,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara dalam jumpa pers Investasi Unicorn Untuk Siapa? di Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Menurut Rudiantara, pemerintah nantinya harus memberikan fasilitas, dengan mengembangkan 1000 start up. Sekarang banyaknya anak muda yang memulai usaha mereka memerlukan peluang.

Start up Indonesia memerlukan pendanaan, sehingga kami dan para founder start up, melakukan akselerasi agar mereka yang ingin memberikan investasi kepada perusahaan start up dapat melakukan regulasi,” imbuhnya.

Menyinggung keuntungan investasi Unicorn di Indonesia yang selama ini dipermasalahkan, ditakutkan hanya untuk pihak asing, dibantah oleh Rudiantara.

“Yang dimudahkan akan adanya perusahaan unicorn adalah sejatinya kembali ke masyarakat Indonesia. Dengan adanya perusahaan-perusahaan ini, keperluan masyarakat dapat dipermudah, contohnya untuk transportasi, kebutuhan sehari-hari dan masih banyak lagi,” lanjutnya.

Di tempat yang sama, Wimboh Santoso selaku Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, bahwa perkembangan teknologi sudah sangat luar biasa, tak terkecuali disektor jasa keuangan.

“Kita dapat membeli apa yang kita mau. Bahkan saya mencoba membeli baju dari aplikasi jual beli online. Ini sangat bermanfaat bagi perkembangan financial di Indonesia,” cetusnya.

Proses bisnis yang akurat, pengambilan keputusan lebih cepat, efisien dan mendorong ekonomi adalah beberapa manfaat yang didapat. Salah satunya adalah, dengan kemajuan tekhnologi, masyarakat terlalu uforia dengan pinjaman online (fintech Peer to Peer Landing).

“Ini juga permasalahan yang sering terjadi, yaitu adanya perjanjian yang dilanggar. Sayangnya tak semua perusahaan jasa fintech tidak dalam daftar dalam list pemerintah OJK, sehingga jika terjadi pelanggaran, suku bunga yang besar, pemerintah akan kesulitan untuk melakukan penindakan,” tukasnya.

Senada juga diungkapkan Thomas Lembong, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. Menurutnya, salah satu perusahaan star up yang semakin berkembang adalah platform digital penyedia jasa penjualan online bahan pangan Indonesia langsung dari petani ke pelanggan, seperti Tanihub, yang menjadi solusi masalah yang selama ini terjadi.

“Sebelumnya, masyarakat harus membeli bahan makanan dengan harga tinggi, sementara petani harus menerima harga murah karena banyaknya perantara. Dengan adanya platform tersebut, setidaknya biaya perantara dapat diminimalisir, sehingga harga dari petani dan pembeli tidak jauh berbeda,” kata Thomas.

Selain itu, para pengusaha yang tadinya tidak membayar pajak, atau para pekerja yang tidak terdaftar tidak membayar pajak, sekarang karena adanya platform digital yang terdaftar, mereka secara tidak langsung membayar pajak dari ragam transaksi yang dilakukan, seperti Driver Grab dan Gojek.

Ratusan Milyar masuk ke Dirjen Pajak setiap tahun. Inilah salah satu manfaat dari perusahaan-perusahaan E-Commerce dan Start Up di Indonesia.

Diketahui, istilah ‘unicorn’ ini mengacu kepada startup yang memiliki valuasi dana senilai 1 miliar dolar Amerika atau setara Rp 14,1 triliun lebih. Meskipun unicorn adalah yang paling terkenal, namun kenyataannya ada perusahaan besar juga yang merupakan perusahaan ekonomi digital. Meski tidak mencapai US$ 1.000.000.000.

(Penulis : Kintan)

LEAVE A REPLY