JKTOne.com– Jakarta Lebih dari 90 persen negara mencatat penurunan skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk tahun 2020 atau 2021, dan lebih dari 40 persen mengalami penurunan di kedua tahun tersebut, menandakan bahwa krisis semakin parah di banyak negara di dunia, menurut Laporan Pembangunan Manusia terbaru dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Berjudul, “Uncertain Times, Unsettled Lives: Shaping our Future in a Transforming World”, laporan tersebut berpendapat bahwa lapisan penyimpanan menumpuk dan berinteraksi untuk menimbulkan gejolak pada kehidupan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dua tahun terakhir telah berdampak buruk bagi miliaran orang di seluruh dunia, ketika krisis seperti COVID-19 dan perang di Ukraina terjadi secara berurutan, dan berinteraksi dengan pergeseran sosial dan ekonomi yang luas,
Bertema Renewed Challenges, Exploring Solutions yang menampilkan pembicara dari berbagai profesi termasuk Yanuar Nugroho, Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs, Dr. Riatu Mariatul Qibthiyyah, Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, Devi Asmarani, Co-Founder Magdalene.co dan Butong Idar, seniman dari Jogja Disability Arts.
Diadakan di ruang pameran seni di Jakarta, acara tersebut membahas tema-tema utama Laporan Pembangunan Manusia dengan latar belakang karya seni yang mewakili representasi umum dan permasalahan kontemporer. Kebijakan dialog penelusuran isi laporan yang memberikan ukuran permintaan negara dalam dimensi dasar kesehatan, pendapatan dan pendidikan. Laporan tersebut juga menampilkan peringkat terbaru dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau HDI, yang merupakan indeks gabungan indikator harapan hidup, pendidikan dan pendapatan per kapita yang digunakan untuk meningkatkan negara ke dalam empat tingkat pembangunan manusia.
Untuk pertama kalinya dalam 32 tahun, IPM yang mengukur tingkat kesehatan, pendidikan, dan taraf hidup di suatu negara, telah menurun secara global selama dua tahun berturut-turut. Laporan itu juga mencatat bahwa dunia terhuyung-huyung dari krisis ke krisis, terjebak dalam siklus solusi sementara dan tidak mampu mengatasi akar masalah yang menghadang kita. Tanpa perubahan arah yang drastis, kita akan menuju lebih banyak kekurangan dan ketidakadilan. Untuk menyarankan arah baru, laporan tersebut merekomendasikan penerapan kebijakan yang berfokus pada investasi (investasi) dari energi terbarukan hingga kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan asuransi/jaminan sosial (asuransi) termasuk perlindungan sosial untuk mempersiapkan masyarakat kita menghadapi naik turunnya dunia yang tidak pasti.
“Saat kita melipat gandakan pembangunan manusia, kita perlu berfokus pada apa yang disebut “tiga I” untuk mengatasi periode penutupan ini, kata Wakil Kepala UNDP Indonesia Sujala Pant dalam pembukaan pembukaan. Untuk mengatasi tuntutan, kita perlu melipat gandakan pembangunan manusia dan berfokus lebih dari sekadar meningkatkan kesejahteraan atau kesehatan masyarakat, Kita perlu mengubah cara kita mengatasi tantangan lingkungan hidup aksi iklim. Kita juga perlu meninjau kembali cara kita menangani tata kelola dan akses ke pelayanan publik. Untuk menghentikan polarisasi dalam masyarakat, kita perlu mengatasi misinformasi, mengembangkan ruang yang lebih inklusif, dan membangun perdamaian yang lebih adaptif,” lanjutnya.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa satu dari delapan orang di dunia menderita gangguan mental akibat meningkatnya stres yang didorong oleh ketidakamanan ekonomi, digitalisasi, kekerasan, perubahan iklim, dan ketimpangan. “Rasa ketidakadilan juga melanda masyarakat baik yang kaya maupun yang hidup di bawah garis kemiskinan yang membuat masyarakat merasa tidak aman dan khawatir akan masa depan. Ini telah menyebabkan depresi dan masalah kesehatan mental seperti yang saya sebutkan. Selain itu, ada rasa tidak aman, tidak pasti, dan rasa tidak percaya satu sama lain,” ujar Youth Officer UNDP Indonesia.