JKTOne.com – Ketika cinta dituangkan ke dalam melodi, ia menggetarkan hati. Ketika cinta divisualkan lewat warna dan bentuk, ia merasuk ke dalam jiwa. Dan ketika dua kekuatan artistik ini bertemu dalam sebuah ruang kolaboratif, lahirlah sebuah pengalaman yang tak hanya bisa dinikmati, tapi juga bisa dirasakan secara utuh dan multidimensi.
Inilah gagasan utama yang diusung dalam proyek Puspa Oh Puspa!, sebuah kolaborasi ekspresi antara penyanyi dan penulis lagu Dere, dengan seniman visual lintas-disiplin Popomangun. Sebuah proyek seni yang menggabungkan kekuatan musik dan visual untuk merayakan cinta dalam berbagai bentuknya, sekaligus membuka ruang partisipatif bagi publik untuk ikut merasakan, menyelami, bahkan menciptakan pengalaman mereka sendiri.
Diluncurkan secara resmi pada 17 Juli 2025 di kawasan Urban Forest, Jakarta, Puspa Oh Puspa! menjadi rangkaian kegiatan seni yang tidak hanya menghadirkan karya, tetapi juga membangun interaksi antara pencipta, karya, dan audiens. Proyek ini merupakan transformasi dari lagu “Puspa” yang ditulis oleh Dere, kemudian diinterpretasikan secara visual oleh Popomangun dengan pendekatan artistik yang khas dan penuh intuisi.
“Aku tulis lagu ini saat sedang memberanikan diri untuk jatuh cinta lagi,” ungkap Dere dalam sesi pembukaan proyek. “Senang sekali lihat karya ini dilanjutkan dalam bentuk visual yang sangat hidup oleh Kak Popo. Persis seperti rasa jatuh cinta yang kubayangkan!”
Bagi Dere, “Puspa” adalah manifestasi dari proses penyembuhan dan keberanian untuk membuka hati. Lirik dan melodi dalam lagu ini tak hanya personal, tetapi juga universal—karena siapa pun pasti pernah mengalami rasa takut, harap, dan keindahan ketika jatuh cinta. Perasaan-perasaan inilah yang kemudian dijadikan pijakan bagi Popomangun untuk menciptakan karya visualnya.
Popomangun, seniman visual yang dikenal dengan gaya eksperimental dan multidisiplin, tidak hanya menerjemahkan lirik lagu ke dalam gambar. Ia menyerap atmosfer, emosi, bahkan diam-diam menangkap detak jantung dalam musik Dere.
“Saya menanggapi lagu dan cerita Dere secara intuitif, menyerap nadanya, menangkap auranya, dan menerjemahkan keberaniannya dalam warna serta bentuk yang mewakili lapisan perasaan manusia,” kata Popo.
Bagi Popomangun, seni visual tidak hanya bicara soal bentuk dan warna. Ia adalah bahasa emosional yang bisa berbicara tentang rasa yang tak terucapkan. Maka tak heran, dalam karya visualnya untuk Puspa Oh Puspa!, audiens disuguhi dunia warna yang berani, garis-garis ekspresif, dan komposisi yang menggambarkan kerentanan sekaligus kekuatan cinta.
Lebih dari Sekadar Pameran: Sebuah Ruang Pengalaman
Puspa Oh Puspa! tidak berhenti pada bentuk karya. Proyek ini menjelma menjadi sebuah ruang pengalaman yang holistik dan partisipatif. Di Urban Forest, pengunjung tidak hanya menikmati lagu dan karya visual, tapi juga terlibat dalam beragam aktivitas: mulai dari penampilan musik live Dere, live mural oleh Popomangun, pameran visual interaktif, hingga sesi diskusi terbuka dan lokakarya kreatif.
Salah satu sesi yang menjadi highlight adalah diskusi bertema “Seni sebagai Terapi”, di mana publik diajak menyelami bagaimana seni — baik dalam bentuk bunyi maupun rupa — bisa menjadi sarana penyembuhan, refleksi, dan perayaan emosi. Dalam sesi ini, baik Dere maupun Popomangun berbagi tentang proses kreatif yang mereka jalani, yang tidak jarang bersinggungan langsung dengan pengalaman pribadi yang mendalam.
“Kami ingin karya ini hidup bersama para pendengarnya, tidak berhenti di satu bentuk saja. Karena cinta juga tumbuh dan berkembang, seperti puspa yang mekar di waktu dan tempat yang tepat,” ujar Nasrul Akbar, Ketua Proyek Kolaborasi sekaligus perwakilan dari Tiga Dua Satu, label musik yang menaungi Dere.
Lebih jauh, proyek ini juga meluncurkan cendera mata edisi kolaborasi — berupa merchandise dengan desain khusus dari Popomangun, yang mengangkat elemen-elemen visual dari lagu Puspa. Barang-barang ini tidak hanya menjadi kenang-kenangan, tapi juga bagian dari narasi kolektif yang ingin dihidupkan oleh proyek ini.
Kolaborasi yang Menyatukan Bahasa Rasa
Salah satu kekuatan utama dari Puspa Oh Puspa! adalah kemampuannya menyatukan dua dunia seni yang kerap berjalan sendiri-sendiri: musik dan visual. Dalam proyek ini, keduanya tidak saling mendominasi, tetapi saling menghidupi. Musik Dere memberi napas pada visual Popomangun. Sebaliknya, visual Popomangun memperkaya narasi musik Dere.
“Kami berharap Puspa Oh Puspa! bisa menjadi ruang baru untuk menyampaikan cerita lintas-perasaan dan pengalaman. Ini bukan hanya karya, ini adalah narasi bersama,” ungkap Bintang, Project Manager dari Mahavisual, studio kreatif yang mendukung sisi visual kolaborasi ini.
Proyek ini juga menegaskan bahwa seni bukan hanya soal pencapaian estetika, tetapi juga soal komunikasi emosional. Di era di mana segala sesuatu serba cepat dan digital, Puspa Oh Puspa! hadir sebagai ruang melambat, merenung, dan merayakan rasa — sesuatu yang jarang kita temui di tengah riuhnya kehidupan urban.
Tur Keliling dan Ruang Partisipasi Publik
Setelah peluncuran di Jakarta, rangkaian Puspa Oh Puspa! akan berlanjut ke kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta dan Bandung, dengan format acara yang unik dan disesuaikan dengan karakter masing-masing kota. Setiap kota akan menghadirkan kejutan dan nuansa tersendiri, namun tetap membawa semangat kolaborasi dan interaktivitas.
Para pengunjung diajak bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari narasi. Mereka bisa menuliskan pengalaman cinta mereka di dinding interaktif, menyumbang potongan puisi untuk dijadikan bagian karya kolaboratif, atau bahkan mengekspresikan perasaan mereka melalui warna dalam lokakarya menggambar bebas.
Cinta sebagai Inti Segalanya
Pada akhirnya, Puspa Oh Puspa! adalah tentang cinta — dalam seluruh bentuk, warna, dan nadanya. Cinta sebagai keberanian untuk memulai kembali. Cinta sebagai kesediaan untuk merasakan luka dan harapan. Cinta sebagai energi yang mampu menyatukan dua seniman dari dunia berbeda, dan membentuk ruang seni yang hidup dan organik.
Dalam suasana hangat Urban Forest, dengan melodi Dere yang mengalun pelan dan visual Popomangun yang menyala di kanvas besar, cinta seolah mekar dalam wujud puspa yang tak habis dicerna oleh kata, namun bisa dirasakan dalam diam.
Puspa Oh Puspa! bukan sekadar proyek seni. Ia adalah pengalaman batin. Ia adalah ruang perjumpaan rasa. Dan mungkin, ia juga adalah undangan halus bagi siapa pun yang diam-diam ingin jatuh cinta lagi.
Untuk informasi lengkap mengenai jadwal tur, lokasi pameran, serta rilisan merchandise kolaborasi, kunjungi kanal resmi Instagram: @_tigadua1, @__dere, dan @popomangun.png.