
JKTOne.com – Dalam Press Conference Film Tinggal Meninggal di Epicentrum XXI, Kuningan (6 Agustus 2025) tercipta suasana yang tidak lazim, Out of the Box: bukan hanya awak media yang menembak pertanyaan, melainkan kru dan cast yang balik bertanya kepada media, membangun dialog dan interaksi emosional jujur, hangat, reflektif dan inklusif, membuat suasana press conference lebih seperti ruang berbagi daripada ruang tanya jawab.
Pemikiran Sutradara Kristo Immanuel, Visi dan Ketelitian
Kristo Immanuel sebagai sutradara sekaligus penulis skenariao menggambarkan debutnya dengan antusias: “Campuran emosi, nervous, bahagia, dan sangat bersyukur. Ini kesempatan anak kecil dalam diri saya yang menonton film sejak umur 5 tahun”.
Pendekatan genre bitter comedy dalam film ini dipilih karena resonansi keresahannya terhadap kesepian dan validasi sosial yang dialami generasi muda urban.
Kristo mengaku sangat puas melihat reaksi media: “Melihat bagaimana penonton merespon secara personal membuat saya tak sabar menyebarkannya ke khalayak lebih luas,” katanya. Ia juga gemas dan luluh pada Omara: pemilihan karakter Gema berdasar insting kreatif dan tak tergantikan, melihat kebiasaan ngemut lemon-nya sebagai sinyal keanehan yang natural.
Terbukti saat Omara mempraktikkan kebiasaan unik ngemut lemon di tengah perkenalan: “Begitu ketemu sekali sama Omara, Kristo langsung menyatakan, ‘Gue maunya Omara, nggak mau yang lain,’” ujar Ernest bersaksi.
Pernyataan Produser Ernest Prakasa, Komedi yang Bermakna
Ernest Prakasa (komedi kawakan) sebagai produser, melihat bahwa film ini sebagai bentuk dorongan untuk selalu menampilkan cerita original dan meaningful. Ia menyebut istilah komedi getir sebagai deskriptor yang tepat, karena film ini menyajikan “lucu tapi getir” secara akurat.
Ernest menitikberatkan bagaimana film ini dapat membedakan antara komedi tipikal dan komedi getir yang punya kedalaman. Respon media luar biasa positif, katanya, dan ia berharap positifitas itu menjalar ke public karena film ini merayakan keberanian emosional penonton. Ernest berharap film ini memberi warna baru untuk perfilman Indonesia, diawali dengan respon positif dari para awak media.

Kolaborasi dan Chemistry Para Pemeran
Omara Esteghlal, selain sebagai Gema, juga jadi Co-Executive Producer. Ia mengekspresikan perjalanan emosional yang amat personal selama membentuk karakter, menyentuh sekaligus lucu. Semua tertunjang dengan latar pendidikan Omara di Fakultas Psikologi sehingga bisa menterjemahkan peran dalam berbagai ekspresi yang berganti-ganti dalam satu scene.
Sebagai Gema, Omara menegaskan bahwa karakternya adalah representasi fragilitas generasi muda yang tersembunyi di balik tawa dan rutinitas. “Banyak yang terasa sangat personal,” katanya. Risetnya tetap grounded, berangkat dari pencitraan diri dan psikologi manusia, bahkan ia juga menduduki peran Co-Executive Producer dalam film ini untuk menjaga narasi tetap autentik.
Nirina Zubir sebagai aktris kawakan dipuji sebagai “sumber kehangatan” oleh banyak media, walau tidak diwawancara langsung. Meskipun dalam press conference tidak ada sesi tanya-jawab eksklusif, aura profesional dan rasa empati Nirina tetap menonjol. Banyak awak media merasa kehadirannya mencairkan suasana, auranya terasa adem dan kharismatik karena ia membawa “kehangatan yang menyelam jauh ke emosi” penonton dalam kesempatan jumpa pers ini,
Nirina Zubir menaruh respek tinggi pada Kristo: “Kristo tuh detail… ini syuting film ter-rapi. Respect banget. I believe in Kristo.” Shindy Huang pun setuju dan merasa bangga, mengatakan: “Kristo sudah bikin yang terbaik jadi gue juga harus memberikan yang terbaik”.
Selain itu, Nirina Zubir pun memuji transformasi emosional Omara: “Emosinya bisa berubah drastis dalam sekejap… Kita yang melihat rasanya ‘wah’ banget.” Shindy dan Nirina pun merasa “level-up” lewat hadirnya Omara.
Dalam film Tinggal Meninggal, Nirina Zubir menghadirkan sebuah penampilan yang kuat, menyentuh, dan benar-benar terasa otentik. Nirina berbagi cerita di balik perannya sebagai Mama Gema, sosok ibu yang keras di luar, namun rapuh di dalam.
“Waktu pertama kali baca naskahnya, saya langsung tersentuh. Ini bukan sekadar film komedi biasa, tapi juga tentang luka keluarga yang belum sempat disembuhkan,” ujar Nirina dengan penuh semangat.
Ia mengakui bahwa memerankan Mama Gema membawanya pada perjalanan emosional tersendiri. “Ada bagian-bagian dari Mama Gema yang seperti menghadapkan saya pada versi masa lalu saya sendiri, baik sebagai anak, maupun sebagai ibu,” tambahnya.
Dalam proses syuting, Nirina kerap harus melompat dari adegan emosional ke momen-momen jenaka. “Itu tantangannya! Tapi justru serunya di situ. Tim dan sutradara sangat membantu menjaga mood dan irama permainan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya tema film ini. “Sering kali kita menyesali sesuatu ketika semuanya sudah terlambat. Film ini jadi pengingat bahwa ungkapan sayang, maaf, dan pengertian itu jangan ditunda-tunda,” jelas Nirina.
Dengan dedikasi, kepekaan, dan kualitas akting kelas wahid, Nirina Zubir sekali lagi membuktikan bahwa ia adalah aktris yang tak hanya bermain peran, tapi menghidupkan jiwa karakter itu sepenuhnya. Mama Gema bukan sekadar karakter fiksi. Ia nyata. Ia hidup. Dan ia akan tinggal lama di hati penonton.
Nirina Zubir menyebut bahwa film ini menyentuh berbagai segmen generasi, dari Generasi Baby Boomers (1946-1964), Gen X (1965-1980), Gen Millennial (1981-1996), Gen Z (1994-2012), bahkan Gen Alpha (2013).
Nirina menggambarkan film ini dengan satu kata sambal tersenyum, “Penyembuhan”.
Chemistry Cast Pendukung
Para pemain seperti Mawar de Jongh, Shindy Huang, Ardit Erwandha, Mario Caesar, Nada Novia, dan Muhadkly Acho menciptakan sinergi yang solid lewat chemistry alami. Mereka bukan sekadar pelengkap, peran mereka turut menciptakan realitas kolektif yang terasa hidup, sekaligus memperkaya lapisan humor dan drama getir film ini.
Tanpa sesi wawancara ekslusif/personal, interaksi kolektif ini justru memberi lebih, yaitu gambaran pemikiran kreatif, keberanian emosional, dan kepedulian yang dituangkan lewat film. Tinggal Meninggal bukan sekadar tontonan tetapi juga menjadi kurasi perasaan bersama. Para aktor serta sutradara adalah kurator empati tersebut
Narasumber dalam Press Conference:
- Ernest Prakasa (Produser)
- Dipa Andika (Produser)
- Kristo Immanuel (Sutradara & Penulis Skenario)
- Jessica Tjiu (Ko-Sutradara & Penulis Skenario)
- Omara Esteghlal (Pemeran Gema)
- Nirina Zubir (Pemeran Mama Gema)
- Mawar Eva De Jongh (Pemeran Kerin)
- Muhadkly Acho (Pemeran Pak Cokro)
- Mario Caesar (Pemeran Danu)
- Ardit Erwandha (Pemeran Ilham)
- Shindy Huang (Pemeran Adriana)
- Nada Novia (Pemeran Naya)
- Jared Ali (Pemeran Gema Kecil)