CEO SEHATIGOLD, Denny Ardhiyanto. (Foto: Sehatigold)

JKTOne.com – Gejolak pandemi Corona Virus atau Covid-19 terus mengancam segala lini bisnis dan roda ekonomi Indonesia, tidak seperti komoditas emas yang unjuk gigi sebagai sebuah komoditas anti resesi.

Hingga saat ini, masyarakat berbondong-bondong melakukan transaksi emas, baik yang menjual maupun yang membeli dengan harapan kenaikan harga emas di tengah melemahnya mata uang rupiah Indonesia terhadap dollar Amerika.

Menyikapi hal tersebut, CEO SehatiGold, Denny Ardhiyanto mengatakan, perilaku emas sebagai komoditas anti resesi kembali terbukti di saat ketidakpastian ekonomi yang telah berlangsung semenjak pertengahan tahun 2019.

“Ini bukanlah hal yang baru (kenaikan harga emas,-red). Dari masa ke masa, emas selalu dipercaya masyarakat dunia sebagai investasi yang secara konsisten memberikan keuntungan yang luar biasa di saat terjadi gejolak ekonomi,” kata Denny dalam rilis, Senin 13 April 2020.

Dia mengatakan, gejolak ekonomi sebenarnya sudah mulai terjadi beberapa bulan sebelum pandemik COVID-19. Beberapa insiden telah memicu sentimen negatif pasar, seperti Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Cina, ketegangan Amerika dan Iran.

“Selain itu, COVID-19 melengkapi sentimen negatif tersebut sebagai hantaman terakhir terhadap ekonomi dunia,” jelasnya lebih lanjut.

Dia menjelaskan bahwa setiap kejadian yang menakutkan pasar dunia semakin mendorong pelaku pasar untuk meninggalkan aset lainnya seperti pasar modal dan pasar uang dan masuk ke dalam pasar emas.

Hal inilah yang telah mendorong harga emas secara spektakuler. Harga emas telah naik sebesar 20 persen pada kuarter pertama tahun 2020 dan jika ditarik lebih lanjut semenjak pertengahan tahun 2019, kenaikan harga emas telah mencapai 50 persen.

Ardhiyanto menjelaskan juga bahwa emas akan masih berpotensi naik dalam jangka waktu dekat. Pandemik COVID-19 adalah krisis kesehatan dengan skala yang tidak pernah terjadi dalam sejarah kebudayaan manusia modern.

“Pandemik ini mirip dengan Pandemik Flu Spanyol di tahun 1918 dan itu terjadi seratus tahun yang lalu. Karena skalanya yang luar biasa ini, ahli ekonomi dari seluruh dunia masih belum dapat memperkirakan secara pasti bagaimana dan kapan pandemik ini akan selesai. Ketidakpastian ini yang masih akan mendorong pelaku pasar untuk bertahan di komoditas emas,” katanya.

Di awal April 2020, Sri Mulyani dalam perannya sebagai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), mengungkapkan skenario terburuk dampak pandemik COVID-19 di awal April 2020 kemarin. Skenario tersebut meliputi: menurunnya prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari -0,4% sampai 2,3% (skenario terburuk dan terbaik) dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sebesar Rp 20.000 sampai Rp 17.500 (skenario terburuk dan terbaik).

Dari paparan sederhana dan singkat tersebut, dapat diprediksikan bahwa harga emas dalam jangka waktu dekat ini berpotensi terapresiasi sebesar 8-23 persen.

LEAVE A REPLY