Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise dalam sambutannya tentang Peduli Perempuan dan Anak Bumi Papua di Jakarta, Jumat (14/12/2018) (JKTOne.com/INT)

JKTOne.com, Jakarta – Pembangunan manusia di Papua terkait dengan upaya pencapaian kesetaraan dan keadilan gender serta upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak masih memerlukan perhatian khusus. Diperlukan kepedulian dan rasa empati dari para tokoh agama, tokoh adat, dan seluruh komponen masyarakat untuk saling bersinergi dan memberikan kekuatan yang sangat luar biasa dalam upaya mewujudkan perempuan dan anak yang sejahtera di Papua.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan, perempuan dan anak dalam konteks budaya Papua memiliki posisi yang sangat penting, karena berkorelasi dengan berbagai aspek dalam arena kehidupan termasuk kelompok kerabat besarnya serta posisi anak yang merupakan aset dalam keluarga berperan penting dalam berbagai aktifitas sosial ekonomi keluarga.

“Tidak hanya di Asmat, namun di papua banyak anak-anak dan wanita yang kurang mendapat perhatian. Tugas kami adalah untuk membantu tanah papua dan papua barat. Untuk kita kami mendukung tim penelitian kesana, semoga kita bisa temukan temuan-temuan yang bermanfaat dan membuat kebijakan yang tepat untuk wanita dan anak di Papua,” kata Yohana dalam kegiatan ‘Workshop Hasil Penelitian Kondisi Perempuan Dan Anak di Provinsi Papua’ yang diselenggarakan oleh Kemen PPPA dengan Lembaga Ilmu Penegtahuan dan Teknologi (LIPTEK) Papua di Jakarta, Jumat (14/12/2018).

Workshop Hasil Penelitian Kondisi Perempuan Dan Anak di Provinsi Papua yang diselenggarakan oleh Kemen PPPA dengan Lembaga Ilmu Penegtahuan dan Teknologi (LIPTEK) Papua di Jakarta, Jumat (14/12/2018) (JKTOne.com/INT)

Secara nasional, Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Pada 2015, angka IPG nasional adalah 70.83 dan pada 2017 menjadi 71.74. Namun, secara khusus Provinsi Papua justru mengalami penurunan. Pada 2016 angka IDG di Papua mencapai 64.73 dan pada 2017 menjadi 61.89. Hal ini berarti jumlah dan persentase perempuan di bidang ekonomi, politik dan pembuat keputusan masih harus ditingkatkan.

“Dampak perkawinan anak sangat berdampak bagi generasi di Papua. Mereka dinilai belum matang, dan harus diberi edukasi. Dampak yang ditimbulkan adalah seperti faktor ekonomi, kesehatan, kematangan mental dan maraknya pekerja anak di Papua. Saya ingin akan mengarahkan agar pernikahan disana memiliki batas usia, untuk wanita berusia 20 tahun dan laki-laki berusia 22 tahun,” tambah Yohana.

Menteri Yohana menambahkan, bagi masyarakat di tanah Papua, secara sosio budaya sebenarnya tidak dikenal istilah kekerasan. Bahkan, perempuan dalam kehidupan sosial ditempatkan secara istimewa karena sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat.

Sebagaimana ungkapan, “Tanah itu Ibu, Laut dan Hutan adalah Susu Ibu yang Menghidupi Bumi Papua”. Namun, karena pengaruh minuman keras dan narkoba yang semakin meluas di kalangan bapak-bapak maupun remaja mendorong mereka untuk mabuk dan mudah emosi hingga melakukan kekerasan.

Keberadaan struktur adat dan agama di masyarakat pesisir Papua juga tidak memberikan posisi tawar (bargaining position) bagi perempuan. Relasi dan ikatan patriarkhi yang begitu dominan berlaku di masyarakat pesisir pulau Papua, menyebabkan posisi perempuan senantiasa terdominasi dalam struktur adat maupun agama.

“Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi perempuan dan anak di Provinsi Papua, untuk memicu upaya bersama dalam menekan angka ketidaksetaraan perempuan dan kekerasan. Penelitian ini dilaksanakan dalam periode tiga bulan yaitu mulai September hingga November 2018. Untuk tahap pertama penelitian dilakukan di Kabupaten Nabire, Kota Jayapura. Tahap kedua dilakukan di Kabupaten Asmat dan Kabupaten Jayawijaya,” ujar Ketua LIPTEK Papua, J.R Mansoben, MA.

“Saya memiliki harapan besar bahwa hasil rekomendasi dari penelitian ini dapat mampu mengembangkan kepedulian dan komitmen dari Pemerintah Pusat dan Daerah serta seluruh elemen masyarakat untuk mengembangkan strategi dalam mendukung pecepatan upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Mari bersama kita dukung kebijakan, program dan kegiatan bagi perempuan dan anak Papua sesuai dengan kebutuhan spesifiknya,” tutup Yohana.

LEAVE A REPLY