JKTOne.com – Guru besar BINUS UNIVERSITY mengatakan “Angka tidak berbohong, begitu pula AI. Orang-orang dibelakangnyalah yang berbohong dan memutarbalikkan kebenaran. Itu sebabnya ini tidak semata tentang teknologi. Fokus utama adalah etika dan sumberdaya manusia untuk menjadi garda terdepan dalam memerangi kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI.” Ungkapan di atas adalah penggalan yang disampaikan oleh Prof. Gatot Soepriyanto, S.E., Ak., M.Buss (Acc)., Ph.D., CA., CFE dalam orasi ilmiah berjudul “Fraud, lies, and algorithms; how organizations should adapt to the artificial intelligence-driven financial fraud.”

Prof. Gatot mengawali orasinya dengan mengangkat evolusi kecurangan keuangan yang difasilitasi oleh teknologi digital saat ini. Menurutnya, kecurangan keuangan telah mengalami transformasi yang signifikan. Kemunculan internet, sistem pembayaran digital, dan analisis data telah membuat kecurangan dan kejahatan menjadi lebih canggih dan lebih sulit dideteksi. Munculnya AI generatif (GenAI) yang semakin canggih, namun terjangkau, makin mendorong meningkatnya penipuan dengan menggunakan AI. Deloitte’s Center for Financial Services memprediksi bahwa AI generatif dapat menyebabkan kerugian akibat kecurangan mencapai USD 40 miliar di Amerika Serikat pada tahun 202. Angka ini meningkat tajam dari USD 12,3 miliar pada tahun 2023, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 32% (Deloitte, 2024).

Menurut Prof. Gatot, meningkatnya kompleksitas kecurangan membutuhkan teori dan pendekatan baru untuk memahami dan mencegahnya. Beliau menjelaskan perilaku curang tersebut dengan teori dasar yang disebut Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle) yang terdiri dari tiga komponen: Tekanan/insentif, Kesempatan, dan Rasionalisasi.
Tekanan/insentif mengacu pada tekanan/insentif keuangan atau pribadi yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan. Kesempatan adalah kemampuan yang dirasakan untuk melakukan kecurangan tanpa ketahuan,
sementara Rasionalisasi melibatkan pembenaran atas perilaku curang.
Prof. Gatot menyebutkan bahwa AI dimanfaatkan antara lain untuk otomatisasi tugas-tugas rutin, meningkatkan kemampuan analitis, memungkinkan audit secara real-time, dan meningkatkan kepedulian terhadap perlunya etika. Beliau juga memberikan klasifikasi keuangan yang digerakkan oleh AI ke dalam kuadran berdasarkan “dampak/keuntungan” dan “tingkat kesulitan deteksi/pertahanan,” organisasi dapat secara strategis memprioritaskan sumber daya dan mekanisme pertahanan. Teknik-teknik berisiko tinggi seperti Algorithmic trading manipulation, Automated money laundering, dan Synthetics identify fraud serta Data Manipulation diidentifikasi sebagai teknik yang memerlukan perhatian paling besar karena potensi. kerugian finansial yang signifikan dan kesulitan dalam mendeteksinya.

Pengembangan dan Adapatasi Teori Kecurangan Keuangan Untuk mengatasi kompleksitas yang ditimbulkan oleh kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI, maka perlu dilakukan adaptasi terhadap teori-teori kecurangan yang sudah ada. Prof. Gatot mengusulkan Fraud Tetrahedron, sebuah evolusi dari segitiga kecurangan tradisional, dengan menambahkan komponen keempat Etika dan Tata Kelola AI. Konsep Fraud Tetrahedron mengakui bahwa meskipun Tekanan, Peluang, dan Rasionalisasi tetap menjadi pusat untuk memahami motivasi kecurangan, adanya perkembangan AI memerlukan fokus pada penggunaan dan tata kelola teknologi AI yang etis. Organisasi harus memastikan bahwa sistem AI dirancang, digunakan, dan dipantau dengan mempertimbangkan pertimbangan etika. Struktur tata kelola yang kuat sangat penting untuk mencegah AI disalahgunakan dengan cara-cara yang memfasilitasi kecurangan. Peran Dunia Pendidikan Dalam Menghadapi Kecurangan Keuangan Yang Digerakkan Oleh AI. Sebagai Akademisi, Prof. Gatot memandang pentingnya sektor pendidikan memainkan peran dalam menghadapi kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI. Menurutnya, dengan berfokus pada pendidikan dan pengembangan keterampilan, memimpin penelitian dan inovasi, serta meningkatkan kesadaran publik, lembaga – lembaga ini dapat membekali tenaga kerja masa depan dengan pengetahuan dan alat yang diperlukan untuk menghadapi ancaman kecurangan yang canggih.

Program interdisipliner, peluang pembelajaran berkelanjutan, dan pengembangan AI yang etis adalah prioritas utama dalam mempersiapkan para profesional untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh AI di bidang keuangan. Prof. Gatot menutup orasi ilmiahnya dengan kesimpulan bahwa meskipun AI memberikan peluang besar untuk pertumbuhan dan efisiensi, AI juga membawa risiko yang signifikan. Dengan secara proaktif menghadapi risiko ini melalui perencanaan strategis, tata kelola yang kuat, dan pembelajaran berkelanjutan, organisasi dan lembaga pendidikan dapat melindungi integritas sistem keuangan dari ancaman kecurangan yang digerakkan oleh AI yang terus berkembang. Menjadi Guru Besar Sebagai Komitmen Membina dan Memberdayakan masyarakat Prof. Gatot Soepriyanto, S.E., Ak., M.Buss (Acc)., Ph.D., CA, CFE merupakan Guru Besar Tetap ke-32 yang dikukuhkan BINUS UNIVERSITY. Beliau resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang ilmu Fraud Examination pada (4/9) di BINUS @Kemanggisan, Kampus Anggrek. Seremoni pengukuhan dipimpin oleh Ketua Senat dan Rektor BINUS University, Dr. Nelly, S.Kom., MM. CSCA, serta dihadiri Kepala LLDIKTI Wilayah III, Dewan Guru Besar, Guru Besar Tamu, perwakilan industri dan tamu undangan.

Prof. Gatot bergabung sebagai dosen di BINUS University pada tahun 2008. Dedikasi dan kepabilitas Beliau dalam bidang akademik membuatnya dipercaya menjabat berbagai posisi di BINUS. Mulai dari Head of Program, Head of Department, Dean of Faculty, hingga Campus Director. Dalam hal pendidikan, Prof. Gatot menyelesaikan studi S1 Jurusan Akuntansi Universitas Gadjah Mada (UGM), lulus dengan predikat cum laude; Pendidikan S2 Program Master of Business in Accounting, Monash University, Australia dengan predikat Highest Achieving Graduates (Lulusan Terbaik) dan pendidikan Doktor (S3) Akuntansi di Monash University, Australia. Pendidikan S2 dan S3 beliau disponsori Beasiswa dari Australia Awards yang diberikan Pemerintah Australia. Selain itu, Prof. Gatot juga melengkapi kompetensinya dengan mendapatkan sertifikasi profesi seperti: Chartered Accountant (CA) dari Indonesia, Certified Practising Accountant (CPA) dari Australia dan Certified Fraud Examiner (CFE) dari Amerika Serikat.

Dari sisi pengalaman kerja, Prof. Gatot pernah bekerja sebagai Financial Auditor di Ernst and Young Indonesia, Grantee Auditor di United Nations Development
Programme (UNDP) Indonesia dan Programme Assistant di Child Protection Unit pada United Nations Children’s Fund (Unicef), Indonesia. Selain mengajar, Beliau juga memiliki ketertarikan pada penelitian dan terlibat sebagai konsultan kajian dan penelitian bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dan GIZ, Jerman terkait Potensi dan Kepatuhan Pajak Orang Super Kaya (HNWI) di Indonesia. Selain itu Prof. Gatot juga menjadi anggota Tim Penilai Investasi Daerah (TPID) Pemerintah Kota Bekasi untuk periode anggaran 2023-2024. Minat penelitiannya adalah fraud examination, corporate tax avoidance, financial data analytics, taxation, auditing, dan corporate reporting. Saat ini Beliau menjabat sebagai Campus Director BINUS @Bekasi, yang memiliki keunikan sebagai Business, Services, and Technology campus.

 

LEAVE A REPLY